Kamis, 07 Juli 2011

Resiliensi Anak di Komunitas Prostitusi Dolly

234

A. Lampiran Narasi Fieldnotes
SESSION I
Jumat 27 Mei 2011/Fn 1. Pukul 15.30-17.30
Sore hari ba`da ashar sekitar pukul 15.30 WIB. dari tempat penginapan widya kartika yout hostel semua teman sekelas berjalan masing-masing untuk melakaukan penelususran pertama kali di kawasan Wisata di daerah putat jaya, dimulai dari tempat mneginap yaknia di daerah dukung kupang Timur gang XIII,sekitar 1 jam sebelum berangkat untuk menyusur semua berkumpul bersama untuk membahas yang nanti dilakukan dalam penelusuran semacam briefing ketika hendak akan melakukan kerja begitu.,
suasana agak redup panorama sore hari matahari pun masih terlihat di ufuk sebelah barat sana , masih menyinarkan cahaya namun tak menyengatkan badan, lalu larang kendaraan roda dua dan jarang –jarang juga terlihat kendaraan pribadi roda empat turut menambah keberagaman suasana soere itu. Langkah demi langkah terayun-ayun kan untuk menyisir, berkeliling di daerah putat jaya, ada yang menuju Taman Baca kawan kami, sebagaian lagi menuju ke gang-gang untuk mencari keberadaan lembaga pendidikan, seperti TPQ, madarasah Diniyah, sore itu awalnya langkah kai ini hendak mnuju ke TPQ,namaun ketika hari itu sebagian teman kami yang telah kesana menjumpai bahwa TPQ dan madrasah tersebut hari ini tidak buka alias libur kegiatan belajar mengajarnya. Oleh karena itu langkah kaki ini terus menyusur, menyisir jalanan Putat jaya lebar yang ramai dan macaetakan lau lalang kendaraan yang semakin memadati jalanan aspal yang hanya memilki lebar kurang lebih 2,5 m itu. Tepat diperempatan putat jaya lebar dibawah gerbang yang bertuliskan Putat Jaya Lebar B yang didepannyaatau tepat berhadapan gerbang yang memilki bentuk yang hampir sama dengan bertuliskan putat Jaya Lebar B. berhenti sejenak untuk melihat situasi dan kondisi yang semakin sore semakin ramai dengan kendaraan yang lalu lalang kasana kemari memadati jalanan,






SESSION II

Sabtu 28 Mei 2011
Sabtu 28 Mei 2011 pukul 09.15 di jalan Putat jaya Lebar gang 2A, berjarak beberapa meter dari pintu gerbang masuk gang tersebut di sebelah kanan jalan terdapat warung kopi, kemudian beberapa tempat karaoke, salon dan sebagainya, dan yang paling mengesankan di tempat ini Terdapat sebuah taman bacaan atau perpustakaan umum yang bernama “Taman Baca Kawan Kami”. Jika kiata menyusuri jalanan gang tersebut, dikanan kiri jalan terdapat rumah-rumah penduduk ada yang bertuliskan “Rumah Tangga” dan ada yang didepan pintunya terpasang plat bertuliskan “Anggota TNI dilarang masuk ditempat ini”. Dan ada juga toko atau kios-kios kecil yang terlihat dari jalanan terdapat kotak yang terbuat dari kaca dengan rak-rak yang menjajakan rokok,sabun bedak dan aneka ragam kebutuhan hidup sehari-hari , kami terus berjalan menyisir selang beberapa menit sampailah kami di Taman baca kawan kami tersebut, suasana masih terlihat sepi disana, hanya menemui penjaganya seorang wanita muda. Menyambut kedatangan kami dengan penuh keakraban. Dan selang beberapa menit kemudian muncul pak kartono pemilik rumah baca yang habis cangkruk dari warkop di sebelah pintu gerbang gang tadi, sebab sebelumnya pak krtono kami jumpai disana sedang asyik menikmati secangkir kopi dan beliau menyuruh kami untuk langsung menuju kerumah bacanya duluan. Pak kartono pun masuk kerumah dan menyambut kami dengan ramah dan akrab. beliau langsung menyalakan kipas angin yang sejak tadi mati, dengan berkata” gerah begini kok ndak sampean nyalakan kipas anginnya tho mas, Mbak-mbak”. Diruangan yang berdiameter kurang lebih 4x5 meter ini kami mengobrol dsantai dengan sang pemilik yang sekaligus pendirinya. Selama beberapa menit dengan selingan gurau,canda tawa, asyik dalam kebersamaan. disela-sela sedang asyik bercengkrama dan bercanda ada seorang gadis kecil yang masih mengenakan seragam sekolah (memakai kaos olah raga warna hijau tua dan celana yang panjang, dipadu dengan kerudung putih yang terdapat logo kecil dan bertuliskan SD Bahrul Ulum) berjalan lewat didepan rumah baca ini, hendak pulang menuju kerumahnya,dipanggillah sang gadis kecil itu oleh paka kartono. “ bunga.. kesini bunga. Ayo main kesini.ni ada mas-mas dan mbak-mbak yang mau berkenalan dengan bunga. Setelah dipanggil oleh pemilik taman baca, gadis kecil tadipun masuk dan menghampiri kami namun dia hanya terdiam membisu dan bersandar dipintu rumah, dengan postur tubuh tersipu malu. Setelah disapa gadis belia ini menjawab dan menyabutkan namanya dengan lengkap obrolan kami dengan gadis belia ini terus belanjut sembari selingan guyonan canda tawa bersama. Setelah itu datang lagi 4 anak-anak 2 laki-laki dan dua lagi perempuan yang kesemuanya seusia dengan bunga tadi namun mereka tak berseragam dan kami pun mencoba ,mendekati mereka dengan mengajak berkenalan , awalnya kami canggung sebab mereka tampaknya malu-malu, agak takut melihat kami yang belum dikenal sebelumnya, dan mereka juga mencoba menghindar dari kami setelah berkenalan dengan mereka satu persatu dan mengajak mereka bermain, meraka banyak yang menolak, sulit untuk diajak berkomunikasi setelah kami mencoba memberinya stimulus pun respon mereka kurang antusias, dan pergilah aku dan nayla ke toko untuk membeli kertas origami . sembari asyik bermain kertas lipat tersebut ku coba untuk interview bertanya-tanya lebih spesifik mengenai profil identitas gadis yang bernama bunga tadi, tentang kondisi dan keadaan kelurganya,pendidikannya dan sebagainya secara lebih eksplisit. Bunga nama lengkapnya sintia bunga veronica anaknya cerdas dan tanggap dan ramah awalnya sulit untuk diajak diajak berkomunikasi dan belajar, memang agak pendiam dan sedikit introvert, diberi stimulus tanggap dalam merespon. Mudah diajari terutama dalam bidang spasial menyusun dan membuat aneka kerajinan tangan. Ketika di Tanya pun ia memag suka engan main-mainan melipat kertas dan dirumahnya pun ia sering main-main sendiri memainkan aneka ragam mainan kertas lipat, seperti puzzle,


Sabtu 28 Mei 2011
Sehabis perjalanan dari daerah Siwalankerto, ditengah perjalanan hendak kembali ke widya kartika yout hostel tempat menginap bersama kawan-kawan sekelas, ketika itu Pukul 20.14. teringatku akan nama bunga gadis kecil yang baru kenal siang hari tadi di taman baca kawan kami dengan begitu akrab, dengan segera ku mencari tepatnya dimana rumah gadis kecil itu, sebab siang tadi juga ku telah dapatkan alamatnya secara detail lengkap dari nya dan kakaknya “Mas Ranu” yang kutemui siang tadi dirumah yang ada didepan taman baca, yakni dirumah berjendela kuning sebelah tempat karaoke banyu biru. arah jarum jam menujukkan pukul 21.15 WIB. Dari arah masjid Rahmat Kembang Kuning masuk jalanan belok kanan lurus terus sampai ada perempatan disis kanan jalan ada gerbang beratap warbna biru bertuliskan RT 03 RW VI (tulisan berwarna kuning cerah), kemudian dibawahnyta ada papan putih agak kecil tergantung di atas tepat sela-sela 2 tiang gerbang tersebut,papan itu bertuliskan Kembang Kuning Kulon Besar. Dikiri jalan sebelum melewati gerbang tersebut tertancap pamflet kecil yang terbuat dari papan kayu bertuliskan Warnet QQ: pengetikan,Digital print (±100 M), setelah memasuki pintu gerbang, terdapat jembatan kecil berpagar besi dengan cat warna kuning di kanan kirinya luraus masuk melintasi jembatan maka sampailah di pemukiman penduduk, jika berjalan lurus terus akan sampai di pertigaan, kemudian belok kanan berjarak satu rumah ada jalanan menuju gang kecil (disamping kanan jalanan itu) terdapat papan dengan bertuluskan angka 24. sampailah kita di rumah gadis belia yang memiliki nama panggilan Bunga tersebut .
Berlokasi tepat diruang tamu rumahnya bunga dikawasan kembang kuning. Lebih tepatnya di daerah kembang kuning kulon besar B no 24 A interview dengan keluarganya bunga berlangsung. Rumah bunga terletak dikawasan pemukiman yang padat penduduk, tepat dilorong gang kalau dari arah masjid kembang kuning kira-kira berjarak 200 meteran. Arahnya lurus ketimur lalu belok kanan memasuki gerbang bertuliskan kembang kuning kulon besar. Gerbang tersebut jalannya agak menanjak kalau mau menuju kerumah bunga jalan terus lurus, kemudian belok ke kanan, ada tiga rumah berjajaran dan rumah deretan ke empat disebelah kanan jalan tersebut ada rumah kecil, berjendela kuning rumah tersebut Nampak kecil nan mungil pintunya terlihat sudah rusak, Nampak dari bahan kayu yang sudah karatan, rumah ini memiliki ukuran luas ± 6x7 M, dengan ruang tamu yang ukup kecil pula, ± 3x2 M. diruang tamu ini tidak terdapat meja maupun kursi yang terlihat hanya beralaskan lantai berkramik putih sebagai tempat duduk untuk menyambut atau menemui tamu yang berkunjung, namun tepat disamping jendela terlihat meja atau rak tempat menaruh TV dan DVD sebagi hiburan sekeluarga, dindingnya pun hanya terbuat dari triplek bukan dari tembok batu bata dan semen. Didinding tersebut tertempel foto-foto keluarga, Nampak ada foto bapak-bapak tua yang sudah Nampak terliaht lusuh sekali fotonya, kemudian foto pemuda yang mengenakan toga,kemudian seorang bayi yang dalam foto berpose dengan posisi tubuh tengkurap layaknya abri yang sedang merangkak dalam latihan tempur. Bayi tersebut terlihat mungil nan menggemaskan. Kemudian disudut pojok kanan rumah terdapat tumpukan kotak nasi kosong yang tertata rapi menjulang tinggi hampir keatap rumah. Kemudian di dinding tengah penyekat rumah ada lubang pintu yang tanpa ada pintunya nemun hanya ditutup dengan kain kelambu bermotif bunga-bungaan, jika tersingkap kain kelambu tersebut Nampak disebelah kiri ada kulkas kecil mungil yang terbuka dan terlihat didalamnya terdapat beraneka ragam minuman, makanan dan buah-buahan yang nampak segar. Didalam rumah mungil nan sederhana ini ku observasi berlangsung kurang lebih satu setengah jam-an. Ibu bunga menyambut kedatanganku dikediamannya dengan penuh keramah tamahan, memperlakukan tamu layaknya seorang raja baru datang dan langsung dipersilahkan duduk dan berbincang akrab beberapa menit berlalu kami berbincang Tanya-tanya , lalu sang ibu pun sembari berdiri hendak berjalan berkata “ sebentar Ya mas”. “Oh ya buk “, (spontan ku jawab dengan singkat, tak berapa lama kemudian sang ibu tadi kembali dari dalam rumah dan menuju ruang tamu menemui ku dengan membawa tiga botol teh dingin, dan langsung menyuguhkannya kepada ku, ” monggo mas di pun Unjuk” , ucapnya dalam bahasa jawa dengan lirih nan halus, sembari menaruh sebotol teh dingin tepat dihadapanku tempat ku duduk. “ oh inggih buk matur nuhun..”. Jawabku dengan nda suara halus menirukan beliaunya.
Kami berempat Bunga, mas ranu dan ibu bunga berbincang santai di rumah tersebut santai beberapa saat
Q : bu kedatangan kawulo mriki ngeten bu, ajenge tahu seberapa besar kemauan bunga niki untuk belajar?
Ibu SBV :
















SESSION III

Sabtu Malam Sampai Ahad Dini Hari (Bertepatan dengan tanggal 28 dan 29 Mei 2011).
Sabtu 28 Mei 2011
PUKUL 21:00-00.00 WIB
Malam itu dengan ditemani 4 orang rekan se tim penulis menyusur,menyisir, bekeliling-berkeliling ke daerah Dukuh kupang, jalan Putat jaya, jalan jarak , jalan petemon,jalan girilaya, dam juga sempat melewati gang termasyhur dan terunik di kawasan Surabaya ini. Yakni gang yang telah lama dikenal oleh masyarakat sekitar dengan nama “Gang Dolly”, malam itu nampak terlihat ramai dan gemerlap gemebyaran orang . ada yang berlalu lalang dijalanan dengan menaiki kendaraan da yang berjalan kaki, kemudian ada yang cangkruk-cangkruk memadati warkop- warkop yang atersebar di sekitar daerah tersebut, gang yang memang telah dikenal dan masyhur sebagai gang Surga bagi para penjaja cinta itu berada di tempat pemukiman pyang padat penduduk, dengan rumah yang berhimpit-himpitan satu dengan yang lain hamper tak ada tanah lapang sebagai halamannya. Di malam yang agak larut malam tersebut semakin ramai dan meriah gemerlapan, ramai nan bising sekali malam itu.

Ahad 29 Mei 2011
Malam hari pukul 00:45-02:00 WIB
Di kawasan makam kembang kuning udara dingin sayup-sayup berhembusan dengan kencangny asehingga tubuh yang telah terbalut jacket berbahan kaos ini terasa menggigil kedinginan, Bertemu dengan ibu-ibu tua pemberi makan kucing dikawasan adalam makam.





Senin, Tanggal 30 Mei 2011
Pukul 09:00 – 11:00 WIB
Sekolah SD Bahrul Ulum terletak di kawasan pemukiman padat penduduk daerah putat jaya
Salah satu kompleks yang dekat dengan rumah ilmu, tempat di mana bunga mencari ilmu, Sekolah Dasar yakni SD Bahrul Ulum putat jaya tepatnya Jl. Putat jaya sekolahan 70 Putat jaya sekolahan yang memiliki nomor (NSS102056008073). Letaknya tepat di pemukiman padat penduduk di kawasan pinggiran daerah sawahan .
Kembali jalanan utama kompleks lengang setelah mobil terakhir memacu jalan menuju gerbang sekolah. Langkahku kembali merajut, menyambangi tepian jalan di seberang, lurus ke depan menuju sambungan jalan. Perempatan jalan yang masih lengang telah aku belakangi. Mini market di pinggir jalan utama pun tentunya belum berjualan. Masih sepagi ini. Tampak birunya langit mulai merayap memenuhi langit. Gradasi warnanya melintang dari lintang timur tempat ufuk bersemayam, hingga lintang barat yang ujungnya masih tampak gelap. Jalanan aspal kembali aku telusuri.
Dua kali belokan aku lalui hingga akhirnya aku tegap berdiri di depan bangunan sunyi. Sejenak, semilir angin pagi membelai rambutku yang masih satu senti. Lirih-lirih terdengar bunyi keramaian anak-anak yang sedang bercanda ria dan bermain di halaman dan lapangan sekolah. Yang berada tepat di jalan raya Putat jaya Sekolahan No 70..








SESSION IV

Sabtu (12/6/2011) pukul 23.00
lokasi berada di kawasan makam kristen kembang kuning, di tengah-tengah pemkaman yang angker dan agak gelapo itu, terdapat para mojang-mojang yang berdandan menor serta berkostum layaknya boneka Barbie,
Selama beberapa hari terakhir Pada kesempatan lain, akhirnya aku bisa bertemu dengan anak-anak jalanan perempuan yang telah bekerja di teh poci di seputaran Simpang tiga jalanan makam kembang kuning. Ah, mereka memang ada.
”Ya, gimana lagi, Mas. Diajak Pak B, katanya daripada gratisan, lebih baik ikut dia, bisa dapat duit,” seorang anak yang biasa tinggal di daerah kembang kuning (daerah pemukiman warga sekitar makam kristen intu) memberikan alasan.
itu, tiga bocah berusia kira-kira berusia ±15 tahun terlihat asyik ngobrol sambil duduk-duduk di sebuah makam, tepatnya di samping warung kopi.pinggir jalan Matanya celingukan layaknya intel yang mengintai sasaran. Beberapa saat kemudian, sosok yang menyerupai perempuan dengan daster panjang, kepala tertutup kerpus, dan memakai puluhan gelang mendekati mereka. Bocah yang memakai kaus abu-abu dan jins biru itu lalu mendekat dan berbincang cukup serius dengan sosok aww itu.
Tidak lama kemudian, bocah yang badannya paling jangkung ini mendekati dua rekannya. “Gelem ta (Mau) gratis?” katanya, dan dijawab gelengan kepala dua rekannya. Bocah jangkung itu sedang menawari kedua temannya untuk “main” dengan waria.
Bocah lainnya yang berkaus biru dan memakai topi coklat bergaris lalu berujar kepada Penulis yang saat itu memang berada di antara mereka. “Sampean gelem ta (Kamu mau) Mas? Gak usah bayar. Iki aku arep ditawani tapi emoh, wonge elek (Ini saya ditawari tapi tidak mau, orangnya jelek),” katanya.
Tanpa curiga, bocah bertopi ini mengaku sengaja datang ke makam Kembang Kuning untuk memuaskan nafsunya. “Ingin menjajal Mas,” alasannya. Namun, sebelum bercerita banyak, temannya yang lain mengajaknya pergi. “Ayo, ke sana saja kita lihat dulu. Barangkali ada yang cantik,” katanya sambil ngeloyor.
Mata mereka terus celingukan ke bagian dalam kuburan. Setelah duduk-duduk santai di atas nisan, mereka memutuskan masuk ke dalam lokasi makam.
Sudah bukan rahasia lagi bahwa mereka yang masuk ke dalam makam adalah untuk memuaskan nafsu birahinya. Umumnya anak-anak ini ‘bermain’ dengan para waria dengan cara oral seks. Beberapa di antara yang tidak berani memilih untuk melihat-lihat saja.Hal ini diakui Berta, salah seorang waria yang ditemui Penulis di lokasi. Waria berparas cantik ini muncul dari lorong dalam makam dengan muka kusut mendekati waria lain yang berada di dalam warung. “Uh, capek deh. Berondong (anak laki-laki muda) nggak ada duitnya,” keluhnya.
Dengan cuek, Berta bercerita tentang sensasi seksual yang sudah dilakoninya bersama beberapa bocah ingusan di dalam makam. “Tadi ada yang kulitnya bersih pakai sarung, lucu banget. Tapi ya gitu, masak yang main satu, yang nonton uakeh (banyak),” kata waria ini.ngobrol sejenak dengan waria.Diakui Berta, untuk anak-anak ingusan ini dia tidak memasang tarif khusus. Bahkan untuk bocah yang disukainya dia tidak meminta bayaran. Biasanya tarif yang dikenakan untuk anak-anak ingusan ini berkisar Rp 10.000 hingga Rp 20.000.
Selain berburu waria, beberapa di antara bocah-bocah ini juga berburu PSK perempuan tulen. Wati, PSK berusia 42 tahun ini, mengaku beberapa kali didatangi bocah yang mengaku SMP untuk memintanya berhubungan seksual. Sayangnya, Wati tidak bertanya dari mana dan kelas berapa bocah-bocah tersebut. “Main sama mereka cuma sebentar,” katanya enteng.
Karena masih anak-anak, sering kali tarif yang ditawarkan bocah-bocah ingusan ini murah. Bahkan, Wati pernah ditawar Rp 7.000. Wati mematok tarif Rp 15.000 hingga Rp 20.000 untuk sekali main berdurasi sekitar lima menit.
“Anak-anak ini bayarnya murah, tapi mintanya banyak. Pokoknya minta bonus,” kata Wati yang mengaku sudah punya cucu ini.Purwanto pemilik warung di lokasi makam, mengakui terganggu dengan keberadaan bocah-bocah ingusan itu. “Saya sempat melempari mereka, tapi kadang saya biarkan juga karena mereka kebanyakan anak nakal yang nekat. Saya takut juga,” kata Purwanto.
Untuk bisa mendeteksi para anak nakal ini bisa dilihat dari gelagatnya yang mondar-mandir di areal makam sambil celingukan. “Mereka itu mencari yang menawarinya,” kata warga Kupang Gunung ini. Diakuinya, bocah-bocah nakal itu kebanyakan dari luar daerah seperti Pandegiling atau Putat Jaya.sedangkan bocah-bocah dari kelurahan terdekat seperti Dukuh Kupang atau Kupang Gunung jarang terlihat di lokasi. “Mereka takut ketahuan orangtua atau tetangganya,” ucap Purwanto.
penulis telah melakukan pengamatan langsung terhadap kehidupan malam para bocah ingusan itu di Kembang Kuning. Kisah dan pemandangan yang kami temui begitu memprihatinkan.ada Anak-anak usia belasan tahun tampak seperti sudah terbiasa bermain-main dengan dunia prostitusi ilegal di tengah malam di Kembang Kuning itu. Di sana tak cuma berkeliaran PSK perempuan tulen tapi juga waria. Singkatnya seperti Pusat Jajanan Serba Ada (PUJASERA).Video game bukan lagi permainan menarik bagi sejumlah bocah usia SD dan SMP yang sedang bermain malam itu di sebuah kawasan di selatan Surabaya. Anak-anak itu telah menemukan kepuasan dengan cara menyimpang, yakni berburu PSK (pekerja seks komersial) ke lokalisasi terselubung di Makam Kembang Kuning.



























SESSION V

Ahad pagi 12 Juni 2011. pukul 07.30 WIB
Usai Subuh berjamaah di masjid Rahmat Kembang Kuning buku Notes kecil terpegang erat di ujung-ujung jariku. Semalam, arsip-arsip itu telah aku siapkan. Kini, tinggal memacu langkah menuju target sasaran.,
semilir angin pagi menyapa tiap lekuk tubuhku. Tampak, fajar datang memancarkan bias cahaya di ufuk terang. Ada seberkas cahaya yang menyorot ke awan, membuatnya tampak anggun ditimpa kecantikan. Kokok ayam tak terdengar, yang ada justru raungan penjual roti dan sarapan, memanggil-manggil pelanggan.. Namun, baru satu tahun berselang, sebuah amanah menerpa diri. Membuncahkan semangat ke dalam setiap butir darah dan segenap lekuk sendi. Menajamkan kekuatan untuk bersosialisasi, meraih predikat masyarakat madani. Di saat fajar merekah di mana mayoritas penduduk sedang tertidur pasrah, pandangan mata ini tak boleh kenal lelah.
Langkah mulai menyusuri jalan aspal. Rumah demi rumah, satu per satu kulewati. Nampak lampu-lampu jalan menyorot jalanan yang masih agak gelpa tertutup kabut pagi. Semalam, hujan memang mampir ke kompleks ini. Langkah ini terus merajut menghadap pertigaan jalan kecil kompleks. Setelah berbelok kanan, tampaklah sesusur kemudian, jalan utama kompleks dari kejauhan. Langkah kembali merajut. Sebentar aku berhenti di hadapan bentangan jalan utama pemukiman kembang kuning. Beberapa mobil dan motor berseliweran. Tidak banyak memang. Aku yakin para pengendaranya berharap jalanan yang akan mereka lewati nanti juga akan seperti ini. Lengang dan tenang. Maklum, kompleks pemukiman penduduk di kawasan Kembang kuning ini adalah salah satu penyuplai keramaian dan kemacetan jalanan Surabaya. Berangkat sepagi ini pun belum tentu nantinya meraih ketenangan dan kenyamanan berkendara. Beginilah kota metropolitan.






Ahad , tanggal 12 Juni 2011
Pukul : 06:15 – 08:00WIB pagiba`da sholat shubuh di kawasan kembang Kuning Kulon tepatnya di daerah dekat Makam Mbah Karimah (Mertua Sunan Ampel Surabaya)


Teng-teng-teng-teng.... Pengait pagar aku pukulkan berkali-kali ke pagar yang keduanya terbuat dari besi. Suaranya pun menyisir sunyi. Sebentar kemudian, terlihat cahaya neon memenuhi ruang tamu, menembus gorden, menembus kaca. Di antara rumah-rumah sepanjang jalan itu, hanya rumah Ustadz Imron , sang ketua takmir, yang sudah dipenuhi cahaya lampu. Bukan maksud suudzon atau apa, barangkali mereka-mereka yang rumahnya masih gelap itu, sudah berangkat kerja. Atau sudah pensiunan seperti Ustadz Imron ini. Atau sudah menunaikan Subuh kemudian bobo’ lagi. Hmm, nikmatnya berprasangka baik di pagi buta. Dan sejenak setelah aku berhasil menyelamatkan pikiran dari khalayan suudzon, pintu kayu pun bersuara. Bunyi cklek...cklek... muncul diikuti ngeeek....bunyi pintu membuka.
Senyum, pertama kali gelagat yang kulihat dari sosok yang telah membuka pintu. Sosok yang tak lain adalah mas ranu itu meneruskan senyumnya, kemudian mendekat, menjawab salamku, dan menyapaku mempertanyakan kabar baik. Bunyi cklek kedua muncul dari gembog yang menggantung di pagar besi depan rumahnya. Sambil terus melemparkan senyum, aku untai kata-kata ramah pengerat silaturrahim. Selagi cahaya pagi di ufuk belum menyorot tajam, kami pun memasuki rumah. Sesekali motor melesat di jalan depan rumah Ustadz Imron.
Sambil sedikit tersipu-sipu, aku suguhkan stofmap hijau kepada Ustadz Imron yang terlihat masih rapi oleh baju koko, Usai mengimami Subuh berjamaah tadi pagi, Ustadz Imron sepertinya tidak tidur. Tak ada jalur liur di dagunya, tak ada acak di rambutnya, tak ada pula kusut di bajunya. Waktu Subuh memang nikmat untuk diawali dengan aktivitas.
Lamat-lamat lantunan kalam Ilahi kini terdengar sangat jelas. Suaranya tidak asing bagiku. Nisa, putri Ustadz Imron lah pelantunnya. Subhanallah. Seorang anak kelas empat SD sepagi ini sebelum berangkat sekolah masih menyempatkan diri untuk bertegur sapa dengan Tuhannya. Seorang santri TPA mengimplementasikan apa yang diajarkan ustadznya.
Ketika itu Pikiranku pun melancong terigat akan negeri palestina.
Anak-anak Palestina yang sedang dirudung duka begitu mulianya. Mereka bagaikan amunisi-amunisi belia yang siap diterjunkan untuk membela agama. Para penghafal AlQuran, ulama-ulama belia begitu banyak lahir di sana. Jauh di tanah Arab sana mereka berjuang. Derita perjuangan melawan penjajah begitu kentalnya menggemparkan dunia. Bukan hanya dunia Islam, tetapi dunia seluruhnya. Kekejaman, kebengisan, ketidakmanusiawian muncul bersamaan. Itulah yang membangkitkan hati-hati lembut di seluruh dunia. Tak terkecuali hati para amunisi belia bernama mahasiswa. Sebagai seorang remaja bertitel mahasiswa, kami hanya bisa mendemo, selebihnya apa lagi? Lari dari belaian orangtua dan merangsek barisan mencoba menegakkan arti jihad yang sesungguhnya? Yang benar saja? Mati konyol itu namanya. Bukankah Allah menomorduakan mematuhi perintah orangtua dan menomortigakan jihad fii sabilillah? Orangtua mana di zaman modern ini yang mau anaknya terjun ke kancah peperangan? Lalu, apakah gelagat mahasiswa hanya mendemo? Bukan, masih ada aksi damai, masih ada permohonan sumbangan ke jalan-jalan, meskipun kita iringi itu semua dengan tawa, dengan asyik bersama teman sesama mahasiwa. Lalu setelah itu selesai apakah kita cukup menunggu instruksi untuk aksi selanjutnya? Menunggu dan terus menunggu pergerakan? Tidak. Sekali-kali tidak. Masih ada muhasabah, renungan agar kita saling mendoakan, agar kekuatan umat muslim saling terbangkitkan,saling mengingatkan agar kita menjadikan ini semua sebagai pelajaran. Cukup? Tidak. Sekali-kali belumlah itu semua cukup. Masih ada... masih ada lagi.
Kini ada di depan mata. Konversi kekuatan. Itulah yang aku lakukan kini. Selagi pikiranku menjamah kebengisan makhluk bernama Israel di tanah Palestina sana, selagi pikiranku menjamah kepantasan pergerakan seorang mahasiswa menyikapi kebobrokan peperangan di bumi Arab sana, aku dengarkan lamat-lamat alunan kalamullah bocah kelas empat SD yang terdengar dari ruang tamu itu mulai melelehkan air mataku. Aku menyekanya.
Kini konversi kekuatan itu ada di hadapanku. Sebagai pimpinan sebuah taman pendidikan Al Quran, aku marah tentunya dengan kebengisan yang terjadi di negeri yang telah terluka. Pelampiasannya adalah dengan semangatku berjuang di sini, di TPA ini.
Andai kini menjadi musuh Israel dan dibombardir Israel. Target sasaran mereka pastilah dengan menghancurkan amunisi-amunisi belia di Masjid Al Karomah ketika TPA berlangsung. Bukan sedih jika itu terjadi. Justru bangga yang akan aku rasakan. Itu berarti visi misi TPA terpenuhi, menjadikan santri-santrinya memiliki ghirah Islam yang kuat sampai-sampai musuh-musuh Allah pun tidak rela menerima eksistensinya. Aku bangga jika itu terjadi. Aku akan bangga Ya Allah, aku akan bangga! Kembali air mataku meleleh menyuarakan jeritan hati.
Oleh karena itulah, amunisi-amunisi belia bernama mahasiswa sudah saatnya bergerak tak hanya dengan berdemo, tetapi juga dengan mengonversi emosi mereka dengan melakukan yang terbaik untuk menghasilkan yang terbaik pula. Sudah saatnya TPA ini terimbas euforia perjuangan di tanah Palestina sana. Sudah saatnya amunisi-amunisi belia khas mahasiswa menggodog amunisi-amunisi yang lebih belia lagi untuk sekadar mengajarkan pelajaran agama. Untuk sekadar mengatakan bahwa,”Andai musuh Israel, dan mereka mencoba menghancurkan pendidikan Islami di sini, kami tidak takut. Dan kami takkan pernah takut! Justru kami bangga dimusuhi musuh Allah. Oleh karenanya, inilah perjuangan riil kami disini. Inilah perjuangan yang akan terus kami perjuangkan! ”


Pukul 15:00 – 17.15 WIB
Sore hari di hari yang sama. Masjid Al Karomah dipenuhi amunisi-amunisi belia. Kegiatan Taman Pendidikan AlQuran memang sedang berlangsung. Ada Nisa yang pagi tadi membuatku bersemangat mengingat semangat juang amunisi-amunisi belia rakyat Palestina. Dia tampak tenang di dalam kelas bersekat kayu. Ada juga amunisi-amunisi lain yang sedang asyik bermain. Bermain sembari menunggu guru TPA datang. Ramai sekali TPA ini. Ada guru yang kesulitan membimbing santri-santrinya, ada santri yang masih saja berlari selagi pelajaran dimulai. Semuanya nampak kurang teratur. Ironis memang nampaknya.
Namun, optimistis harus terus menghias hatiku. Menghias hatiku dan hati rekan-rekan mahasiswaku di sini. Dan, untuk sekarang dan seterusnya aku harus fokus. Fokus memimpin, membimbing, menghasilkan para pembaca Quran yang tartil dan benar sebagaimana negeri Palestina setiap tahunnya. Tatkala memperhatikan keramaian yang nampak tak teratur di TPA ini, aku hanya bisa tersenyum. Tersenyum dan bersyukur. Bersyukur dan berdoa. Tak terasa air mata ini turun.
“Ya Allah, terimakasih terus membuncahkan semangat ini. Kumohon agar Engkau terus optimiskan diri ini. Meraih mimpi kami. Amunisi-amunisi belia ini amanah buat kami.”
Ibu Bunga dan bunga datang. Beliau datang dengan membawa minuman dingin dan beberapa jenis makanan kecil. Air mata buru-buru kuseka. Di belakangnya, Ustadz Imron telah membawa kapur untuk siap digoyangkan di atas papan tulis yang telah terpampang jutaan detik yang lalu di dinding bagunan masjid ini. jam Dinding yang terpampang persis tepat diatas tempat papan tulis terletak, arah jarumnya yang panjang telah menunjuk Pada angka 6 dan yang pendek menunjuk diantara angka 3 dan 4 berarti saat itui pukul 15.30 WIB, dan pengajian diTPQ tersebut pun akan segera dimulai (penulis tahu sebelumnya telah menegok papan informasi yang terpampang di dinding bangunan di sebelah pojok sana. dengan segera aku pun memohon atau menyuruh kepda sang ustadz untuk segera menemui santri-santrinya yang sejak tadi telah menunggu hitam di atas putih terhampar, menjelaskan adanya permohonan izin untuk melakukan penelitian Dan Ustadz Imron pun optimis. Sembari memberikan motivasi terhadap kegiatan yang dipaparkan dalam kertas, Beliau mengangguk-anggukan kepalanya sembari tersenyum manis.
Seusai menunaikan kepentinganku di sana, aku pun pulang kembali ke kos atau rumah temanku di daerah ngagel dadi surabaya . Lamat-lamat, suara lantunan kalam Ilahi pun berseru, sahut menyahut pertanda maghrib tiba
Nampak, biru sudah memenuhi hamparan tak bertiang. Birunya sudah tanpa gradasi, sudah sempurna melintang dari timur ke barat. Meksipun cahaya matahari pagi tertutup rumah-rumah di situ, gelap sudah menghilang ditelan waktu. Awan-awan sudah nampak lebih bersih dari sebelumnya. Putih-putih bagaikan kapas-kapas yang membentuk pola lurik-lurik. Kicau burung mahal milik tetangga terdengar begitu merdu. Langkah ini kembali memasuki gang pemukiman padat penduduk di daerah kembang kuning, menuju ke masjid Rahmat kembang kuning untuk menunaikan shalat maghrib.

Tidak ada komentar: